CARA MEMBERSIHKAN AIR SUNGAI

Meskipun berwarna coklat karena mengandung partikel-partikel tanah, lumpur bahkan unsur logam berat karena tercampur rembesan air limbah industri pabrik, air Sungai Mahakam hingga kini masih tetap menjadi kebanggaan warga Kalimantan Timur, khususnya Kota Samarinda dan Kutai Kartanegara.

Berdasarkan kepercayaan dan sedikit dongeng, setiap orang Kalimantan Timur meyakini, siapa pun pendatang atau tamu yang berkunjung ke Kalimantan Timur dan pernah meminum air Sungai Mahakam, diyakini pasti akan kembali lagi ke daerah tersebut, bahkan menetap. Sungai sepanjang 920 Km yang menjadi salah satu sarana transportasi sungai terpenting di propinsi Kaltim itu tak pernah sepi dari lintasan kapal motor dan kapal kontainer, yang terkadang menumpahkan limbah oli sisa ke sungai.

Masyarakat agaknya tak pernah peduli dengan warna airnya yang keruh, atau berwarna hitam ketika air sungai surut, terbukti pinggiran sungai tak pernah sepi dari aktivitas manusia yang datang dan pergi mandi, mencuci atau bahkan mengambil air dari sungai tersebut untuk dikonsumsi. Padahal masyarakat dapat memanfaatkan air sungai dengan lebih nyaman dan terjamin kebersihannya apabila mampu menerapkan hasil penelitian seorang dosen dari Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Mulawarman (Samarinda) yang diadopsi dari Negara Sudan, dan kemudian dikembangkan di wilayah tersebut.

Adalah Enos Tangke Arung, MP, dosen Fahutan Unmul yang menemukan biji kelor dan menyulapnya menjadi ”serbuk ajaib” yang dapat mengubah air keruh dengan partikel tanah maupun unsur logam menjadi air bersih layak konsumsi, dan memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.

Endapkan Partikel Logam

Biji buah kelor (Moringan oleifera) mengandung zat aktif rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate, yang mampu mengadopsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam yang terkandung dalam air limbah suspensi, dengan partikel kotoran melayang di dalam air. Penemuan yang telah dikembangkan sejak tahun 1986 di negeri Sudan untuk menjernihkan air dari anak Sungai Nil dan tampungan air hujan ini di masa datang dapat dikembangkan sebagai penjernih air Sungai Mahakam dan hasilnya dapat dimanfaatkan PDAM setempat.

”Serbuk biji buah kelor ternyata cukup ampuh menurunkan dan mengendapkan kandungan unsur logam berat yang cukup tinggi dalam air, sehingga air tersebut memenuhi standar baku air minum dan air bersih,” katanya.

Disebutkan, kandungan logam besi (Fe) dalam air Sungai Mahakam yang sebelumnya mencapai 3,23 mg/l, setelah dibersihkan dengan serbuk biji kelor menurun menjadi 0,13 mg/l, dan telah memenuhi standar baku mutu air minum, yaitu 0,3 mg/l dan standar baku mutu air bersih 1,0 mg/l.

Sedangkan tembaga (Cu) yang semula 1,15 mg/I menjadi 0,12mg/l, telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih yang diperbolehkan, yaitu 1 mg/l, dan kandungan logam mangan (Mn) yang semula 0,24 mg/l menjadi 0,04 mg/l, telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 0,1 mg/l dan 0,5 mg/l.

Arang

Namun apabila air tersebut dikonsumsi untuk diminum, aroma kelor yang khas masih terasa, oleh sebab itu, pada bak penampungan air harus ditambahkan arang yang dibungkus sedemikian rupa agar tidak bertebaran saat proses pengadukan. Arang berfungsi untuk menyerap aroma kelor tersebut.

Selain itu, dari hasil uji sifat fisika kualitas air Sungai Mahakam dengan parameter kekeruhan yang semula mencapai 146 NTU, setelah dibersihkan dengan sebuk biji kelor menurun menjadi 7,75 NTU, atau memenuhi standar baku air bersih yang ditetapkan, yaitu 25NTU. Untuk parameter warna yang semula sebesar 233 Pt.Co menjadi 13,75 Pt.Co, atau telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 15 Pt.Co dan 50 Pt.Co.

Membuat Serbuk

Cara memperoleh serbuk tersebut cukup sederhana, yaitu dengan menumbuk biji buah kelor yang sudah tua hingga halus, kemudian ditaburkan ke dalam air limbah, dengan perbandingan tiga sampai lima miligram untuk satu liter air dan diaduk cepat. Dalam waktu 10 hingga 15 menit setelah pengadukan, partikel-partikel kotoran yan terdapat di dalam air akan menyatu dan mengendap, sehingga air menjadi jernih.

Enos, yang juga kepala Laboratorium Pulp dan Kertas Fahutan Unmul mengatakan, pihaknya juga telah membuat ekstraktif kelor dengan konsentrasi lima persen, yaitu dengan merebus lima gram tepung biji kelor ke dalam 100 ml air hingga mendidih dan disaring.

”Air saringan kelor ini dapat digunakan untuk menjernihkan air, caranya dengan mencampur tiga hingga lima militer ekstrak biji kelor ke dalam satu liter air dan diaduk dengan cepat,” katanya. Disebutkan, dalam satu polong buah kelor terdapat 10 hingga 15 biji kelor dengan berat masing-masing biji sebesar 2,5 gram tanpa kulit ari, dan dari 10 biji kelor dapat dibuat menjadi serbuk untuk menjernihkan air sebanyak 40 liter.

Lebih Ekonomis

Kepala laboratorium pengujian air PDAM Unit Cendana (Samarinda), Alimudin mengakui, cara tersebut lebih ekonomis dibanding menggunakan sistem penjernihan air dengan bahan baku tawas yang digunakan selama ini. Perbedaan penjernihan air dengan menggunakan tawas dan serbuk biji kelor adalah pada lamanya waktu pengendapan partikel setelah pengadukan, yaitu hanya lima menit, sedangkan dengan serbuk kelor mencapai 10 hingga 15 menit. Karena tawas jarang diproduksi di Kaltim, pihak PDAM Samarinda mendatangkan tawas dari luar daerah, yaitu dari Sulawesi (Manado) dan Kupang. Tawas tersebut dicampur dengan aluminium dan sulfat sebelum digunakan untuk menjernihkan air sungai.

Menurut Enos Tangke, penggunaan serbuk biji kelor lebih ekonomis dibanding tawas, apalagi tanaman kelor dapat dibudidayakan di Kaltim, sementara daun dan buahnya yang masih muda pun dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan. Enos yang juga dosen pengasuh mata kuliah Pengendalian Pencemaran menambahkan, tanaman kelor yang dikembangbiakkan dengan biji dan stek dapat tumbuh dengan cepat di daerah berair, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dibudidayakan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Mahakam.

”Dalam tiga bulan pertama tumbuhan tersebut sudah cukup besar dan enam bulan kemudian sudah berbuah dan bisa dimanfaatkan bijinya,” katanya.

Oleh sebab itu, tambahnya, memanfaatkan kelor untuk menjernihkan air merupakan alternatif terbaik dan lebih ekonomis, efisien serta turut melestarikan lingkungan dengan membudidayakan tanaman tersebut di sekitar DAS.(Aspek-35)

(berbagai sumber)
LihatTutupKomentar